hastobeperfect Setelah empat hari konflik bersenjata di perbatasan yang menewaskan puluhan orang dan memaksa lebih dari 200 ribu warga mengungsi, Thailand dan Kamboja akhirnya sepakat untuk menempuh jalur damai dengan Malaysia sebagai mediator utama.
Kesepakatan ini diumumkan langsung oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, pada Minggu sore. Dalam pernyataannya kepada kantor berita negara Bernama, Mohamad menyebut bahwa kedua negara telah memberikan kepercayaan penuh kepada Malaysia dan meminta agar tidak ada negara lain yang terlibat dalam proses mediasi ini.
Malaysia Dipercaya Sebagai Mediator Utama
“Thailand dan Kamboja meminta saya menjadi mediator dan menyampaikan bahwa hanya Malaysia yang mereka percayai dalam menangani isu ini,” ujar Mohamad Hasan, dikutip dari Al Arabiya.
Menurutnya, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dijadwalkan tiba di Kuala Lumpur pada Senin malam untuk memulai pembicaraan damai langsung.
Langkah diplomatik ini disebut sebagai hasil dari inisiatif cepat Malaysia dalam menyikapi konflik yang mulai pecah sejak pekan lalu di wilayah sengketa perbatasan, khususnya di sekitar kuil Prasat Ta Muen Thom.
ASEAN dan Amerika Serikat Dorong Gencatan Senjata
Inisiatif Malaysia juga mendapat dukungan dari forum regional ASEAN. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, selaku Ketua ASEAN saat ini, telah lebih dulu mengusulkan gencatan senjata sejak Jumat lalu. Proposal ini kemudian mendapatkan respons positif dari berbagai pihak internasional.
Presiden AS Donald Trump, dalam pernyataannya pada Sabtu, mengatakan bahwa kedua pemimpin negara telah sepakat untuk mengupayakan gencatan senjata, meskipun situasi di lapangan masih belum stabil. Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio turut menghubungi menteri luar negeri dari kedua negara, menyerukan agar mereka segera menurunkan ketegangan.
“Amerika Serikat siap memfasilitasi diskusi lanjutan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan resmi pada Minggu.
Konflik Terburuk dalam Satu Dekade
Pertempuran antara pasukan Thailand dan Kamboja meletus pada awal pekan lalu dan menjadi konflik perbatasan paling mematikan dalam lebih dari sepuluh tahun terakhir. Laporan dari militer Thailand dan sumber independen mencatat bahwa lebih dari 30 orang tewas, termasuk 13 warga sipil Thailand dan 8 warga sipil Kamboja.
Serangan artileri berat dilaporkan mengenai kawasan pemukiman, sekolah, dan infrastruktur sipil lainnya di wilayah perbatasan. Jumlah korban luka-luka belum dapat dipastikan secara resmi, namun diperkirakan mencapai ratusan.
Sementara itu, lebih dari 200.000 warga dari kedua negara telah mengungsi untuk menghindari dampak konflik, menurut data dari otoritas setempat.
Tantangan Diplomasi dan Pemulihan Keamanan
Meskipun proses perdamaian akan segera dimulai di Kuala Lumpur, para analis menilai bahwa pemulihan hubungan diplomatik antara kedua negara tidak akan mudah. Masalah perbatasan, khususnya terkait klaim atas situs-situs bersejarah seperti Prasat Ta Muen Thom, telah menjadi sumber ketegangan selama bertahun-tahun.
Banyak pihak berharap bahwa pertemuan yang dimediasi Malaysia akan menjadi tonggak baru bagi stabilitas kawasan Asia Tenggara, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global.
Langkah cepat Malaysia untuk memediasi konflik Thailand-Kamboja patut diapresiasi sebagai contoh nyata diplomasi regional yang proaktif. Jika perundingan ini berhasil, hal ini bukan hanya akan menyelamatkan ribuan nyawa, tetapi juga memperkuat posisi ASEAN sebagai kekuatan diplomatik yang mampu menyelesaikan konflik internal anggotanya secara damai.