Iran Cemas Setelah Surat Kabar Serukan Pembunuhan Donald Trump
TEHERAN – Sebuah surat kabar pro-pemerintah Iran, Kayhan, telah memicu krisis politik domestik dan perhatian internasional setelah menerbitkan editorial yang menyerukan pembunuhan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Editorial ini menanggapi pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani pada 2020, yang dilakukan dengan serangan pesawat nirawak yang diperintahkan oleh Trump.
Kayhan, yang dikenal sebagai media garis keras dan pendukung kuat faksi konservatif Iran, mempublikasikan artikel yang mengkritik keras Trump dan menuntut pembalasan. Editorial tersebut menulis, “Ada apa dengan Donald Trump ini? Mengancam negara-negara setiap hari dengan serangan militer dan sanksi…” dan melanjutkan dengan seruan untuk pembunuhan Trump sebagai balas dendam atas kematian Soleimani, yang saat itu memimpin Pasukan Quds.
Seruan tersebut semakin diperburuk ketika, pada edisi berikutnya, Kayhan menyebut para pengkritiknya di dalam negeri sebagai pengecut dan membela publikasi mereka dengan mengklaim bahwa kritik dari dalam negeri hanya menjadi ancaman bagi negara. Mereka bahkan menyarankan bahwa Trump pantas mendapat pembalasan dari “para martir Soleimani.”
Reaksi keras terhadap editorial ini datang dari berbagai pihak di dalam Iran, termasuk dari politisi reformis dan beberapa unsur pemerintah. Banyak yang khawatir bahwa retorika ini bisa dijadikan alasan bagi AS untuk meningkatkan agresi terhadap Iran, baik secara militer maupun melalui propaganda. Seorang komentator reformis di harian Shargh menyebutkan, “Bahasa yang sembrono ini memberikan izin pada Trump untuk bertindak melawan Iran.”
Juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, dengan tegas mengkritik editorial tersebut, menyatakan bahwa retorika seperti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Republik Islam dan bisa memberikan pembenaran bagi musuh Iran. Ia menekankan pentingnya penuntasan kasus Soleimani melalui jalur hukum internasional, bukan dengan ancaman yang merusak kredibilitas negara. Mohajerani menambahkan, “Pena harus membela kepentingan nasional, bukan membahayakannya.”
Sebagai tanggapan, Badan Pengawas Pers Iran mengeluarkan peringatan resmi kepada Kayhan, dengan menekankan bahwa publikasi yang mengancam keamanan nasional adalah pelanggaran serius berdasarkan undang-undang pers nasional. Kementerian Kebudayaan Iran juga mengingatkan bahwa kasus Soleimani harus diselesaikan melalui jalur hukum yang sah, bukan dengan ancaman yang merusak reputasi negara.
Di sisi lain, ketegangan antara Iran dan AS terus meningkat. Baru-baru ini, Trump memperbarui ancaman terhadap Iran dengan menegaskan bahwa serangan udara dan sanksi akan diberlakukan jika Iran tidak membatasi program nuklirnya. Sementara itu, AS telah memperkuat kehadiran militernya di Timur Tengah dengan mengirimkan sistem pertahanan rudal THAAD dan pesawat siluman B-2 ke kawasan tersebut.
Pejabat militer Iran, Mayor Jenderal Hossein Salami, menegaskan bahwa Iran tidak takut akan perang dan siap menghadapi konfrontasi apapun. Namun, ia juga menekankan bahwa Teheran tidak akan memulai konflik. Meskipun demikian, ketegangan yang terus berkembang ini menunjukkan bahwa situasi antara kedua negara semakin memanas.
Dengan meningkatnya ancaman dari kedua belah pihak dan ketegangan yang terus berlanjut, dunia kini menunggu langkah selanjutnya dalam konflik yang melibatkan dua kekuatan besar ini.