Seoul – Ketegangan di Semenanjung Korea kembali meningkat setelah militer Korea Selatan mengonfirmasi bahwa mereka telah melepaskan tembakan peringatan ke arah tentara Korea Utara yang sempat melintasi garis perbatasan pada awal pekan ini.
Insiden ini terjadi di tengah situasi politik yang memanas, di mana Korea Utara menuduh langkah Seoul sebagai “provokasi yang disengaja” dan memperingatkan risiko meningkatnya konflik tak terkendali.
Kronologi Insiden di DMZ
Menurut pernyataan Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS), sekelompok pasukan Korea Utara melintasi garis demarkasi militer yang memisahkan kedua negara sekitar pukul 15.00 waktu setempat, Selasa lalu.
Pasukan tersebut segera kembali ke sisi utara setelah tembakan peringatan dilepaskan. Militer Korea Selatan menegaskan tembakan diarahkan ke udara dan tanah kosong, bukan langsung ke arah pasukan Korea Utara.
Sebaliknya, media pemerintah Korea Utara melaporkan bahwa lebih dari 10 tembakan senapan mesin dilepaskan Seoul. Letnan Jenderal Ko Jong Chol dari Angkatan Darat Korea Utara menyebut langkah tersebut sebagai tindakan serius yang dapat membawa situasi ke fase “tak terkendali”.
Reaksi Politik dan Diplomasi
Insiden ini terjadi bersamaan dengan perjalanan luar negeri Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung ke Tokyo dan Washington untuk memperkuat aliansi.
Pyongyang sendiri dalam beberapa minggu terakhir terus menunjukkan sikap keras, termasuk melalui pernyataan adik perempuan Kim Jong Un yang menolak tawaran rekonsiliasi dari pemerintahan Lee.
Meskipun Lee sempat berkomitmen memperbaiki hubungan antar-Korea saat kampanye, Pyongyang menanggapi dingin langkah-langkah Seoul.
Ketegangan di Zona Demiliterisasi (DMZ)
Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membentang sepanjang 250 km menjadi garis pemisah utama antara kedua Korea sejak berakhirnya Perang Korea tahun 1953. Meski disebut “demiliterisasi”, kawasan ini justru dipenuhi personel militer bersenjata dari kedua belah pihak.
DMZ sendiri tidak berpagar rapat, sehingga potensi pelanggaran lintas batas kerap terjadi. Vegetasi lebat juga membuat rambu peringatan tidak selalu terlihat jelas. Namun, setiap insiden kecil dapat dengan cepat memicu eskalasi mengingat kondisi politik yang rapuh.
Latar Belakang Hubungan Korea Utara-Selatan
-
Belum Ada Perjanjian Damai: Meski konflik aktif berakhir pada 1953, kedua negara tidak pernah menandatangani perjanjian damai, sehingga secara teknis masih berstatus perang.
-
Propaganda dan Provokasi: Korea Selatan sempat menggunakan siaran pengeras suara di perbatasan untuk propaganda, yang dianggap Pyongyang sebagai tindakan perang.
-
Upaya Dialog yang Gagal: Berbagai pertemuan tingkat tinggi sering berakhir tanpa hasil konkret karena perbedaan sikap soal nuklir, militer, dan ekonomi.
Tembakan peringatan Korea Selatan terhadap pasukan Korea Utara menambah daftar panjang ketegangan di Semenanjung Korea. Meski insiden tersebut tidak menimbulkan korban, retorika keras dari Pyongyang menunjukkan bahwa setiap gesekan kecil di perbatasan berpotensi memperburuk hubungan kedua negara yang hingga kini masih berada dalam bayang-bayang Perang Korea.
Dengan kondisi geopolitik yang rapuh, dunia kini menunggu apakah insiden ini akan memicu eskalasi lebih lanjut atau justru menjadi alasan baru bagi Seoul dan Pyongyang untuk kembali membuka jalur dialog.