Cambridge, Massachusetts, Seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Harvard University dilaporkan menghadapi ancaman deportasi imbas kebijakan imigrasi yang kembali diperketat oleh pemerintah Amerika Serikat di bawah Donald Trump. Kebijakan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pelajar internasional, termasuk dari Indonesia. Pemerintah Indonesia pun angkat bicara dan menyatakan siap memberikan pendampingan hukum dan diplomatik.
Kebijakan Trump Kembali Menarget Mahasiswa Asing
Dalam beberapa pekan terakhir, mantan Presiden AS Donald Trump yang kembali mencalonkan diri pada pemilu mendatang telah menyuarakan retorika keras terhadap imigrasi. Salah satu sorotan terbesarnya adalah kebijakan visa pelajar (F-1) dan pelajar pascasarjana (J-1). Menurut pernyataan dari tim kampanyenya, Trump berencana melakukan evaluasi ulang terhadap visa pelajar dari negara-negara tertentu yang dianggap “berisiko” secara politik atau keamanan.
Meski belum ada keputusan resmi yang diberlakukan, atmosfer di beberapa universitas top dunia, termasuk Harvard, mulai terasa mencekam. Beberapa mahasiswa internasional, termasuk dari Indonesia, menerima pemberitahuan informal tentang kemungkinan peninjauan ulang status visa mereka.
Siapa Pelajar Indonesia yang Terkena Dampak?
Salah satu nama yang mencuat ke permukaan adalah Rafi Ardiansyah, mahasiswa S2 di Fakultas Hukum Harvard. Ia dikenal aktif sebagai duta kebudayaan Indonesia dalam berbagai kegiatan akademik dan budaya kampus. Rafi sebelumnya mendapatkan beasiswa penuh melalui program LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) dari pemerintah Indonesia.
Dalam wawancara singkat dengan media lokal, Rafi mengungkapkan kekhawatirannya.
“Saya datang ke Amerika untuk belajar dan membawa nama baik bangsa. Tapi kini saya merasa berada di persimpangan antara mimpi dan kenyataan pahit,” ujar Rafi.
Respons Cepat Pemerintah Indonesia
Menanggapi isu ini, Kementerian Luar Negeri RI melalui Konsulat Jenderal di New York telah mengeluarkan pernyataan resmi. Dalam pernyataan tersebut, pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia di luar negeri, termasuk para pelajar.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha, menyatakan:
“Kami sudah menjalin komunikasi dengan otoritas kampus Harvard dan pihak imigrasi AS. Jika terdapat indikasi ketidakadilan, kami siap menempuh jalur diplomatik maupun hukum untuk membela kepentingan WNI.”
KBRI Washington juga telah membuka jalur hotline khusus bagi pelajar Indonesia yang terdampak kebijakan baru ini.
Harvard University Kami Tidak Akan Diam
Pihak Harvard University pun tidak tinggal diam. Dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan melalui laman mereka, Harvard menyatakan keberatannya terhadap segala bentuk kebijakan yang mendiskriminasi pelajar berdasarkan asal negara. Rektor interim, Dr. Alan Garber, menegaskan:
“Kami menjunjung tinggi keberagaman dan hak semua pelajar untuk belajar tanpa rasa takut. Kami akan memberikan bantuan hukum dan advokasi untuk setiap mahasiswa internasional yang terdampak.”
Langkah ini memperkuat posisi pelajar seperti Rafi, yang kini mendapat dukungan dari berbagai komunitas kampus dan organisasi internasional.
Ancaman Lebih Luas Bagi Mahasiswa Internasional?
Menurut data dari Institute of International Education (IIE), terdapat lebih dari 1 juta mahasiswa internasional di Amerika Serikat, dengan lebih dari 8.000 di antaranya berasal dari Indonesia. Sebagian besar dari mereka menempuh pendidikan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), yang justru sangat dibutuhkan oleh industri AS.
Namun kebijakan Trump yang cenderung proteksionis menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya “brain drain” atau perpindahan besar-besaran mahasiswa berbakat ke negara lain yang lebih ramah terhadap pelajar asing, seperti Kanada, Australia, atau negara-negara Eropa.
Apa Langkah Selanjutnya?
Sejumlah organisasi diaspora Indonesia di AS, seperti Permias (Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat), kini aktif mengoordinasikan kampanye solidaritas. Mereka menyerukan kepada pemerintah AS untuk tidak mencampuradukkan isu keamanan dengan dunia pendidikan.
Sementara itu, pemerintah RI menyarankan kepada pelajar Indonesia di AS agar tetap tenang dan segera melaporkan jika mengalami tekanan administratif atau kebijakan yang tidak jelas.
“Ini bukan hanya soal satu orang, tapi soal masa depan generasi cerdas bangsa yang sedang berjuang menimba ilmu di luar negeri,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim dalam konferensi pers singkat.
Ancaman terhadap pelajar Indonesia di Harvard bukan hanya permasalahan individu, tetapi mencerminkan tantangan global dalam hubungan internasional, pendidikan, dan kebijakan imigrasi. Kolaborasi erat antara pemerintah Indonesia, institusi pendidikan seperti Harvard, serta organisasi mahasiswa menjadi kunci untuk memastikan hak belajar para pelajar tetap terlindungi.
Situasi ini juga menjadi pengingat bahwa politik luar negeri tidak bisa dipisahkan dari kehidupan akademik dan peran negara dalam melindungi generasi mudanya di panggung global.