Washington, hastobeperfect – Ketegangan antara Elon Musk dan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memanas. Namun, komentar terbaru datang dari sosok yang cukup mengejutkan: Errol Musk, ayah Elon Musk, yang menyebut bahwa konflik tersebut kemungkinan dipicu oleh stres berat dan gangguan psikologis pascatrauma.
Dalam sebuah wawancara di Moskow, Errol menilai bahwa kondisi mental putranya dan tekanan yang terus-menerus dari dunia politik berperan besar dalam ledakan konflik yang saat ini terjadi. Menurutnya, baik Trump maupun Elon telah berada dalam kondisi psikis yang sangat tertekan selama beberapa bulan terakhir.
Penyebab Konflik Kritik Elon terhadap RUU “Big and Beautiful”
Akar permasalahan bermula dari kritik tajam Elon Musk terhadap RUU belanja besar-besaran yang diajukan pemerintahan Trump. Melalui akun media sosialnya, Musk menyebut RUU tersebut sebagai “kekejian menjijikkan” dan menyatakan bahwa para anggota Kongres yang mendukungnya seharusnya merasa malu.
Komentar itu memicu reaksi keras dari Trump, yang menilai kritik tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap partai dan bangsa. Trump kemudian secara terbuka menyatakan bahwa ia tidak akan lagi mempertahankan hubungan baik dengan Musk.
Errol Musk “Elon Lelah dan Tertekan”
Errol menganggap bahwa sikap impulsif Elon bisa jadi dipengaruhi oleh tekanan mental akibat situasi geopolitik dan beban kepemimpinan perusahaan besar seperti Tesla dan SpaceX. Ia menyebutkan bahwa konflik tersebut tidak terelakkan mengingat kondisi kejiwaan yang melemah.
“Mereka berdua, Trump dan Elon, adalah sosok yang terbiasa menghadapi oposisi keras. Tapi dalam lima bulan terakhir, tekanan yang mereka hadapi begitu ekstrem. Jadi wajar jika ledakan emosional seperti ini terjadi,” ujar Errol seperti dikutip dari Metro.
Ia juga menambahkan, “Trump tetap presiden terpilih dan memahami permainan politik. Sedangkan Elon, meskipun brilian, kali ini salah langkah karena kelelahan. Saya kira dia hanya butuh waktu untuk pulih.”
Eskalasi Dari Kritik Ekonomi hingga Tuduhan Epstein
Konflik ini makin memburuk ketika Musk menyindir Trump dalam unggahan kontroversial di platform X (sebelumnya Twitter). Dalam unggahan tersebut, Musk mengklaim bahwa nama Trump tercantum dalam dokumen FBI terkait kasus Jeffrey Epstein. Meskipun unggahan itu kemudian dihapus, dampaknya sudah terlanjur menyebar luas dan memperkeruh suasana.
Trump pun memberi pernyataan bahwa ia sudah memprediksi serangan dari Musk. Ia menilai bahwa komentar Musk bukan lagi soal kebijakan, tapi sudah bersifat personal.
Dampak RUU terhadap Perekonomian
Salah satu pemicu utama ketegangan ini adalah RUU belanja yang diajukan Trump. Elon Musk, dalam berbagai pernyataannya, menilai bahwa RUU tersebut berisiko memperburuk defisit anggaran dan bisa menjebak AS dalam krisis utang nasional.
“RUU ini adalah beban besar yang tak masuk akal. Ini bisa menghancurkan stabilitas fiskal negara,” tulis Musk dalam unggahan di X.
RUU tersebut memang telah memicu perdebatan di kalangan politisi, ekonom, dan pelaku industri. Banyak pihak menilai bahwa belanja besar tanpa pengawasan ketat akan berdampak jangka panjang terhadap nilai tukar dan inflasi.
Psikologi Tekanan dalam Kepemimpinan Tinggi
Pernyataan Errol Musk membuka diskusi lebih luas tentang kesehatan mental para pemimpin dunia. Dalam dunia teknologi dan politik, tekanan publik, pengambilan keputusan krusial, dan sorotan media konstan dapat berdampak besar terhadap stabilitas emosional. Kelelahan mental, bila tak dikelola, bisa memicu konflik bahkan di antara tokoh berpengaruh.
Pakar psikologi organisasi dari Stanford, Dr. Helen Wu, menyebut bahwa kombinasi tekanan publik dan tuntutan bisnis bisa menyebabkan “burnout ekstrem” yang memengaruhi daya tahan emosional dan kualitas pengambilan keputusan para pemimpin kelas dunia.
Konflik antara Elon Musk dan Donald Trump tampaknya bukan sekadar beda pendapat biasa. Faktor tekanan psikologis, beban pekerjaan, dan ekspektasi publik membentuk campuran kompleks yang mudah meledak sewaktu-waktu. Jika tidak segera ditangani secara dewasa dan rasional, konflik ini bukan hanya menciptakan drama publik, tapi juga berpotensi memengaruhi stabilitas politik dan ekonomi Amerika Serikat.